Hwon terkejut melihat payungnya.
"Mul!" seru Kasim takut. "Itu Mul Goe!"
Mul Goe adalah benda yang dirasuki oleh roh.
Hwon mendekati payung itu dan mengambilnya.
"Mungkinkah... kita bisa bertemu lagi?" Hwon berharap dalam hati.
"Mul!" seru Kasim takut. "Itu Mul Goe!"
Mul Goe adalah benda yang dirasuki oleh roh.
Hwon mendekati payung itu dan mengambilnya.
"Mungkinkah... kita bisa bertemu lagi?" Hwon berharap dalam hati.
Di saat yang sama, Yeon Woo sedang terduduk seorang diri, masih shock.
Mendadak ia mendengar sesuatu. Ia menoleh ke sekelilingnya, ketakutan.
"Mungkinkah seseorang mengirim pembunuh kemari?" gumamnya panik.
Di kejauhan, ia melihat sebuah batu bersama selembar surat tergeletak. Ia mendekati dan meraih batu tersebut.
"Batu Pemecah Masalah." perlahan Yeon Woo membaca tulisan yang tertera pada batu itu.
Yeon Woo kemudian meraih selembar surat disamping batu tersebut.
"Adakah hal-hal yang mengganggu pikiranmu dan membuatmu tidak bisa tidur?" Yeon Woo membaca surat itu. "Cobalah bicara pada batu ini dan lihat apa yang terjadi. Batu ini adalah baru pemecah masalah. Batu ini bisa menghilangkan kecemasan dan semua masalahmu, jadi seharusnya kau sudah bisa tidur sekarang. Ini adalah hadiah dari perjalananku."
Mendadak ia mendengar sesuatu. Ia menoleh ke sekelilingnya, ketakutan.
"Mungkinkah seseorang mengirim pembunuh kemari?" gumamnya panik.
Di kejauhan, ia melihat sebuah batu bersama selembar surat tergeletak. Ia mendekati dan meraih batu tersebut.
"Batu Pemecah Masalah." perlahan Yeon Woo membaca tulisan yang tertera pada batu itu.
Yeon Woo kemudian meraih selembar surat disamping batu tersebut.
"Adakah hal-hal yang mengganggu pikiranmu dan membuatmu tidak bisa tidur?" Yeon Woo membaca surat itu. "Cobalah bicara pada batu ini dan lihat apa yang terjadi. Batu ini adalah baru pemecah masalah. Batu ini bisa menghilangkan kecemasan dan semua masalahmu, jadi seharusnya kau sudah bisa tidur sekarang. Ini adalah hadiah dari perjalananku."
"Dia akan pergi lagi?" gumam Yeon Woo, terlihat kesal. Sepertinya ia tahu siapa orang yang meletakkan batu dan surat tersebut.
Di sisi lain, Yeon dan Woon sedang berlatih bela diri. Diam-diam, Seol mengamati mereka dengan cemas.
Yeon dan Woon mengambil ancang-ancang.
Sekilas, Woon melirik ke arah Seol dan sepertinya menyadari keberadaannya.
Yeom dengan cepat mempergunakan kesempatan itu untuk menyerang Woon.
Woon membalas serangan Yeom dengan cekatan dan akhirnya bisa memenangkan pertandingan.
Seol mengeluh. Kenapa Yeom kalah?
Yeon dan Woon mengambil ancang-ancang.
Sekilas, Woon melirik ke arah Seol dan sepertinya menyadari keberadaannya.
Yeom dengan cepat mempergunakan kesempatan itu untuk menyerang Woon.
Woon membalas serangan Yeom dengan cekatan dan akhirnya bisa memenangkan pertandingan.
Seol mengeluh. Kenapa Yeom kalah?
Seusai menjatuhkan Yeom, Woon menoleh ke arah Seol. Seol buru-buru menutupi wajahnya dan melarikan diri.
Yeom bangkit. "Kemampuanmu sangat luar biasa." pujinya pada Woon. "Dibandingkan denganmu, kemampuan pedangku sama sekali tidak ada apa-apanya. Aku sudah berlatih beberapa tahun tapi tetap tidak ada peningkatan."
"Anda baik-baik saja, Tuan Muda?" tanya Woon, dengan ketenangan yang biasanya.
"Bisakah kau tidak memanggilku 'Tuan Muda'?" pinta Yeom. "Ngomong-ngomong, kenapa Pangeran Yang Myeong tidak kemari? Aku sudah merencanakan pertemuan ini, tapi dia tetap saja tidak datang. Jika Pangeran Yang Myeong masih disini, hari-hari kita pasti tidak akan pernah tenang."
Yeom bangkit. "Kemampuanmu sangat luar biasa." pujinya pada Woon. "Dibandingkan denganmu, kemampuan pedangku sama sekali tidak ada apa-apanya. Aku sudah berlatih beberapa tahun tapi tetap tidak ada peningkatan."
"Anda baik-baik saja, Tuan Muda?" tanya Woon, dengan ketenangan yang biasanya.
"Bisakah kau tidak memanggilku 'Tuan Muda'?" pinta Yeom. "Ngomong-ngomong, kenapa Pangeran Yang Myeong tidak kemari? Aku sudah merencanakan pertemuan ini, tapi dia tetap saja tidak datang. Jika Pangeran Yang Myeong masih disini, hari-hari kita pasti tidak akan pernah tenang."
Yeom terus bicara, tidak menyadari kedatangan Yang Myeong.
Woon melihat Yang Myeong, namun Yang Myeong menyuruhnya diam.
"Sekarang hanya tinggal kita berdua dan aku merasa sedikit kesepian." ujar Yeom, terus mengoceh.
"Jika aku tahu kau akan merindukan aku seperti ini, aku tidak akan pernah pergi." ujar Yang Myeong.
Woon melihat Yang Myeong, namun Yang Myeong menyuruhnya diam.
"Sekarang hanya tinggal kita berdua dan aku merasa sedikit kesepian." ujar Yeom, terus mengoceh.
"Jika aku tahu kau akan merindukan aku seperti ini, aku tidak akan pernah pergi." ujar Yang Myeong.
Yeom menoleh dengan kaget. "Pangeran Yang Myeong!" serunya.
Yang Myeong membuka kedua lengannya, hendak memeluk Yeom. "Heo Yeom-ku tersayang!" serunya seraya memeluk Yeom. "Selamat atas kelulusanmu di ujian negara!"
Setelah puas memeluk Yeom, Yang Myeong berpaling pada Woon, yang sejak tadi hanya melihat mereka berdua dalam diam.
Yang Myeong membuka kedua lengannya, hendak memeluk Yeom. "Heo Yeom-ku tersayang!" serunya seraya memeluk Yeom. "Selamat atas kelulusanmu di ujian negara!"
Setelah puas memeluk Yeom, Yang Myeong berpaling pada Woon, yang sejak tadi hanya melihat mereka berdua dalam diam.
"Kim Je Woon!" seru Yang Myeong ceria.
Yang Myeong meloncat ingin memeluk Woon, namun dengan gesit (dan tetap tenang), Woon menghindar ke kanan.
Yeom tersenyum tertahan.
Yang Myeong meloncat ingin memeluk Woon, namun dengan gesit (dan tetap tenang), Woon menghindar ke kanan.
Yeom tersenyum tertahan.
"Ehem." Yeom berdeham sambil cemberut. "Kau sangat tidak menarik."
Yeom berusaha mengalihkan perhatian. "Apakah perjalananmu menyenangkan?" tanyanya.
"Lebih dari menyenangkan." jawab Yang Myeong ceria seraya merangkul ketiga sahabatnya.
Yeom berusaha mengalihkan perhatian. "Apakah perjalananmu menyenangkan?" tanyanya.
"Lebih dari menyenangkan." jawab Yang Myeong ceria seraya merangkul ketiga sahabatnya.
Yang Myeong, Woon dan Yeom minum bersama.
"Karena kau tidak juga muncul, maka kami menunggumu." ujar Yeom pada Yang Myeong.
"Aku pergi dulu untuk menemui seseorang yang penting, jadi aku sedikit terlambat." jawab Yang Myeong. "Maafkan aku." Yang Myeong menarik tangan Yeom untuk meminta maaf. "Aku punya seseorang yang lebih kucintai dibandingkan kau."
Yeom melongo seraya menarik tangannya. "Dalam waktu singkat, kau sudah memiliki seseorang di hatimu?" tanyanya. "Kenapa aku tidak pernah mendengarmu menyinggung hal itu? Kau tidak memanjat dinding lagi kan?"
"Karena kau tidak juga muncul, maka kami menunggumu." ujar Yeom pada Yang Myeong.
"Aku pergi dulu untuk menemui seseorang yang penting, jadi aku sedikit terlambat." jawab Yang Myeong. "Maafkan aku." Yang Myeong menarik tangan Yeom untuk meminta maaf. "Aku punya seseorang yang lebih kucintai dibandingkan kau."
Yeom melongo seraya menarik tangannya. "Dalam waktu singkat, kau sudah memiliki seseorang di hatimu?" tanyanya. "Kenapa aku tidak pernah mendengarmu menyinggung hal itu? Kau tidak memanjat dinding lagi kan?"
"Aku
adalah seorang pangeran, mana mungkin aku memanjat dinding untuk
mengintip wanita?" ujar Yang Myeong menjawab kecurigaan Yeom. "Diluar
fakta bahwa dia itu adikmu, mana mungkin aku melakukannya?"
Yeom terlihat kesal.
"Walaupun adikku masih kecil, namun tetap saja pria dan wanita itu berbeda." katanya. "Bukankah terakhir kali kau melihatnya, kau sangat kesal? Kenapa kau masih saja menemuinya?"
"Aku tahu, aku tahu." potong Yang Myeong. "Aku mengerti dengan jelas, jadi jangan bahas itu lagi. Kau cerewet sekali."
Yeom terlihat kesal.
"Walaupun adikku masih kecil, namun tetap saja pria dan wanita itu berbeda." katanya. "Bukankah terakhir kali kau melihatnya, kau sangat kesal? Kenapa kau masih saja menemuinya?"
"Aku tahu, aku tahu." potong Yang Myeong. "Aku mengerti dengan jelas, jadi jangan bahas itu lagi. Kau cerewet sekali."
Melihat pertengkaran Yang Myeong dan Yeom membuat Woon tersenyum tipis.
"Kau lihat itu?!" seru Yang Myeong pada Yeom. "Dia tersenyum! Balok es ini tahu juga cara tersenyum! Ini sebuah fenomena unik yang hanya bisa kau lihat sekali seumur hidup!"
Yeom tetap ngambek dan tidak terpengaruh.
"Jika kau berani memanjat dinding dan mengintip adikku lagi, aku tidak akan tinggal diam." ujarnya sambil cemberut.
"Aku mengerti!" seru Yang Myeong.
"Kau lihat itu?!" seru Yang Myeong pada Yeom. "Dia tersenyum! Balok es ini tahu juga cara tersenyum! Ini sebuah fenomena unik yang hanya bisa kau lihat sekali seumur hidup!"
Yeom tetap ngambek dan tidak terpengaruh.
"Jika kau berani memanjat dinding dan mengintip adikku lagi, aku tidak akan tinggal diam." ujarnya sambil cemberut.
"Aku mengerti!" seru Yang Myeong.
"Aku punya hadiah untuk kalian berdua." ujar Yang Myeong.
Ia mengeluarkan dua buah batu dan meletakkannya di atas meja di hadapan Woon dan Yeom.
"Ini adalah jimat yang akan membawa keberuntungan untuk kalian di masa depan." katanya. "Batu-batu ini dinamakan Batu Mistis. Apa kalian sudah pernah dengar?"
Yeom dan Woon mengamati batu itu.
"Suatu saat nanti, kalian berdua akan menjadi bawahan Putra Mahkota." ujar Yang Myeong dengan tersenyum, namun ekspresinya sedih.
Ia mengeluarkan dua buah batu dan meletakkannya di atas meja di hadapan Woon dan Yeom.
"Ini adalah jimat yang akan membawa keberuntungan untuk kalian di masa depan." katanya. "Batu-batu ini dinamakan Batu Mistis. Apa kalian sudah pernah dengar?"
Yeom dan Woon mengamati batu itu.
"Suatu saat nanti, kalian berdua akan menjadi bawahan Putra Mahkota." ujar Yang Myeong dengan tersenyum, namun ekspresinya sedih.
Mendengar perkataan Yang Myeong, Yeom dan Woon langsung meletakkan kembali batu tersebut ke meja.
"Kenapa dengan ekspresi kalian?" tanya Yang Myeong, berusaha kembali terlihat ceria. "Jika kalian sudah menempati posisi kalian, kita tidak akan bisa berkumpul dan minum seperti ini lagi."
Yang Myeong, Yeom dan Woon bersulang.
Diam-diam, Yang Myeong tersenyum tipis, namun terlihat pahit.
"Kenapa dengan ekspresi kalian?" tanya Yang Myeong, berusaha kembali terlihat ceria. "Jika kalian sudah menempati posisi kalian, kita tidak akan bisa berkumpul dan minum seperti ini lagi."
Yang Myeong, Yeom dan Woon bersulang.
Diam-diam, Yang Myeong tersenyum tipis, namun terlihat pahit.
Raja dan para pejabat mengadakan pertemuan.
Para pejabat menyerahkan perkamen rekomendasi kandidat yang akan bertanggung jawab atas pendidikan Putra Mahkota.
Para pejabat menyerahkan perkamen rekomendasi kandidat yang akan bertanggung jawab atas pendidikan Putra Mahkota.
Hwon bertanya-tanya siapa orang yang akan dipilih untuk menjadi mentornya.
"Ayo kita lihat berapa lama guru ini akan bertahan." tantang Hwon.
"Ayo kita lihat berapa lama guru ini akan bertahan." tantang Hwon.
Para dayang menunduk memberi hormat ketika Hwon berjalan melewati mereka menuju ruang belajar.
"Kira-kira sampai kapan guru baru itu bertahan?" gumam salah satu dari para dayang.
"Aku bertaruh dia tidak akan tahan lebih dari satu bulan." jawab kawannya.
Mendadak, mereka terpesona melihat seorang pemuda lewat. Pemuda itu terlihat sangat menawan (cantik), sampai-sampai seorang dayang pingsan karena tidak kuasa menghadapi pesona pemuda tersebut.
Pemuda itu tidak lain adalah Yeom.
"Kira-kira sampai kapan guru baru itu bertahan?" gumam salah satu dari para dayang.
"Aku bertaruh dia tidak akan tahan lebih dari satu bulan." jawab kawannya.
Mendadak, mereka terpesona melihat seorang pemuda lewat. Pemuda itu terlihat sangat menawan (cantik), sampai-sampai seorang dayang pingsan karena tidak kuasa menghadapi pesona pemuda tersebut.
Pemuda itu tidak lain adalah Yeom.
Hwon menunggu mentor barunya datang dengan wajah sebal.
"Yang Mulia, guru Anda sudah datang." ujar Kasim dari luar ruang belajar.
Pintu terbuka.
"Saya diperintahkan untuk memberi pengajaran pada Anda." ujar Mentor baru. "Nama saya, Heo Yeom."
Yeom bersujud memberi hormat pada Hwon.
Dengan acuh, Hwon membolak-balik buku tanpa menatap Yeom.
"Yang Mulia, guru Anda sudah datang." ujar Kasim dari luar ruang belajar.
Pintu terbuka.
"Saya diperintahkan untuk memberi pengajaran pada Anda." ujar Mentor baru. "Nama saya, Heo Yeom."
Yeom bersujud memberi hormat pada Hwon.
Dengan acuh, Hwon membolak-balik buku tanpa menatap Yeom.
Ketika Yeom bangkit setelah selesai memberi hormat, Hwon melihatnya sekilas.
Hwon langsung menganga, terperanjat menatap wajah mentor barunya yang luar biasa... hmmm, luar biasa apa yah? Mempesona, mungkin.
Hwon langsung menganga, terperanjat menatap wajah mentor barunya yang luar biasa... hmmm, luar biasa apa yah? Mempesona, mungkin.
Mengetahui
kakaknya akan menjadi mentor Hwon membuat Yeon Woo menjadi sedikit
cemas. Ketika merajut, tanpa sengaja ia mengenai jarinya dengan jarum.
Yeon Woo berpikir bahwa Hwon-lah yang memilih kakaknya menjadi mentor karena Hwon tahu kalau Yeom adalah kakaknya.
Yeon Woo berpikir bahwa Hwon-lah yang memilih kakaknya menjadi mentor karena Hwon tahu kalau Yeom adalah kakaknya.
Setelah lepas dari rasa terkejutnya, Hwon bertanya pada Yeom berapa umurnya.
"Jadi kau baru berumur 17 tahun?" tanya Hwon, tertawa merendahkan. "Dengan umur yang begitu muda, kau pasti memiliki orang belakang yang punya kekuasaan tinggi."
Yeom terlihat marah, namun tetap diam.
"Jadi kau baru berumur 17 tahun?" tanya Hwon, tertawa merendahkan. "Dengan umur yang begitu muda, kau pasti memiliki orang belakang yang punya kekuasaan tinggi."
Yeom terlihat marah, namun tetap diam.
Di sisi lain, ibu suri begitu marah mengetahui kalau Yeom-lah orang yang menjadi mentor Hwon.
"Tidak tahukah kau bahwa posisi itu sangat penting?!" serunya pada Yun Dae Hyeong.
Dae Hyeong meyakinkan Ibu Suri kalau tidak lama lagi Yeom pasti akan mundur dengan sukarela karena tidak tahan dengan sikap Hwon.
Namun Ibu Suri tidak yakin. Ia merasa Raja sedang merencanakan sesuatu dengan menunjuk Yeom sebagai mentor Hwon.
"Ia adalah putra dari pejabat kepercayaan Raja!" seru Ibu Suri. "Kau masih tidak bisa melihat maksud Yang Mulia? Yang Mulia ingin memperoleh kekuatan yang lebih besar lagi!"
Ibu Suri takut kalau Yeom bisa meluluhkan Hwon.
"Tidak tahukah kau bahwa posisi itu sangat penting?!" serunya pada Yun Dae Hyeong.
Dae Hyeong meyakinkan Ibu Suri kalau tidak lama lagi Yeom pasti akan mundur dengan sukarela karena tidak tahan dengan sikap Hwon.
Namun Ibu Suri tidak yakin. Ia merasa Raja sedang merencanakan sesuatu dengan menunjuk Yeom sebagai mentor Hwon.
"Ia adalah putra dari pejabat kepercayaan Raja!" seru Ibu Suri. "Kau masih tidak bisa melihat maksud Yang Mulia? Yang Mulia ingin memperoleh kekuatan yang lebih besar lagi!"
Ibu Suri takut kalau Yeom bisa meluluhkan Hwon.
Perkiraan Ibu Suri memang tidak salah. Raja Seong Jo memang merencanakan sesuatu.
Hwon ngomel-ngomel karena ayahnya mengirimkan guru yang umurnya masih sangat muda dan tidak terpaut jauh darinya.
Kasim memperoleh informasi kalau Yeom adalah juara akademik ujian negara.
"Jika kau ingin ketampanan, kau akan mendapat ketampanan darinya." kata Kasim pada Hwon mengenai Yeom. "Jika kau ingin pengetahuan, kau akan mendapat pengetahuan darinya. Jika kau ingin kebaikan, kau akan mendapat kebaikan hatinya. Ia sempurna tak bercela. Ia adalah idola di sekolah! Bahkan orang yang mulanya membencinya, akan dengan senang hati menjadi temannya jika sudah bertemu dengan Yeom."
Kasim memperoleh informasi kalau Yeom adalah juara akademik ujian negara.
"Jika kau ingin ketampanan, kau akan mendapat ketampanan darinya." kata Kasim pada Hwon mengenai Yeom. "Jika kau ingin pengetahuan, kau akan mendapat pengetahuan darinya. Jika kau ingin kebaikan, kau akan mendapat kebaikan hatinya. Ia sempurna tak bercela. Ia adalah idola di sekolah! Bahkan orang yang mulanya membencinya, akan dengan senang hati menjadi temannya jika sudah bertemu dengan Yeom."
Hwon mendengarkan dengan ekspresi kesal. Kasim terus-menerus memuji Yeom dengan sangat bersemangat.
"Tutup mulutmu!" teriak Hwon. "Aku tidak mau melihatmu. Cepat pergi."
Kasim menunduk dan berjalan pergi.
"Tutup mulutmu!" teriak Hwon. "Aku tidak mau melihatmu. Cepat pergi."
Kasim menunduk dan berjalan pergi.
Yeon Woo masuk ke kamar ketika kakaknya sedang belajar.
"Kakak, wajahmu penuh kekhawatiran." ujar Yeon Woo. "Adakah sesuatu yang terjadi di istana? Apa Yang Mulia menyebabkan masalah untukmu?"
"Bukan begitu." jawab Yeom. "Yang Mulia memberiku tantangan."
"Tantangan apa?" tanya Yeon Woo penasaran. "Mungkin aku bisa membantu."
"Kelihatannya Putra Mahkota salah paham padaku." kata Yeom. "Aku tidak tahu bagaimana caranya membuka hati Putra Mahkota yang tertutup rapat. Bukan hanya itu, ia juga tidak bisa menerima orang semuda aku menjadi gurunya."
"Kakak, wajahmu penuh kekhawatiran." ujar Yeon Woo. "Adakah sesuatu yang terjadi di istana? Apa Yang Mulia menyebabkan masalah untukmu?"
"Bukan begitu." jawab Yeom. "Yang Mulia memberiku tantangan."
"Tantangan apa?" tanya Yeon Woo penasaran. "Mungkin aku bisa membantu."
"Kelihatannya Putra Mahkota salah paham padaku." kata Yeom. "Aku tidak tahu bagaimana caranya membuka hati Putra Mahkota yang tertutup rapat. Bukan hanya itu, ia juga tidak bisa menerima orang semuda aku menjadi gurunya."
"Itu bukan karena kakak!" seru Yeon Woo. "Itu karena..."
"Mungkin itu karena aku." gumam Yeon Woo dalam hati, menyimpulkan sendiri.
Melihat Yeon Woo, Yeom menjadi cemas. "Ini salahku hingga kau menjadi khawatir." katanya.
"Kakak ingin memperoleh hati Putra Mahkota, bukan?" tanya Yeon Woo.
"Apa kau punya ide?"
"Mungkin itu karena aku." gumam Yeon Woo dalam hati, menyimpulkan sendiri.
Melihat Yeon Woo, Yeom menjadi cemas. "Ini salahku hingga kau menjadi khawatir." katanya.
"Kakak ingin memperoleh hati Putra Mahkota, bukan?" tanya Yeon Woo.
"Apa kau punya ide?"
Keesokkan harinya, Yeom mengajari Hwon belajar.
Hwon kelihatan malas-malasan dan tidak peduli. Ia hanya membolak-balikkan bukunya sepanjang jam pelajaran tanpa mengatakan apapun.
Yeom juga hanya duduk diam selama beberapa waktu, kemudian berkata, "Pelajaran kita berakhir dsini."
Hwon menarik napas panjang. "Kau sangat memalukan." katanya. "Kau tidak mengajariku apa-apa, tapi menerima gaji."
"Itu karena aku merasa Yang Mulia belum siap menerima pelajaran yang akan kuberikan." jawab Yeom. "Jadi, sebegai ganti pelajaran hari ini, bolehkan aku menghadiahkan Anda sebuah teka-teki?"
Hwon kelihatan malas-malasan dan tidak peduli. Ia hanya membolak-balikkan bukunya sepanjang jam pelajaran tanpa mengatakan apapun.
Yeom juga hanya duduk diam selama beberapa waktu, kemudian berkata, "Pelajaran kita berakhir dsini."
Hwon menarik napas panjang. "Kau sangat memalukan." katanya. "Kau tidak mengajariku apa-apa, tapi menerima gaji."
"Itu karena aku merasa Yang Mulia belum siap menerima pelajaran yang akan kuberikan." jawab Yeom. "Jadi, sebegai ganti pelajaran hari ini, bolehkan aku menghadiahkan Anda sebuah teka-teki?"
"Teka-teki?" tanya Hwon.
"Benar." jawab Yeom. "Jika Anda berhasil menebak teka-teki ini, aku akan memenuhi permintaan Yang Mulia dan mundur sebagai mentor Anda. Tapi jika Yang Mulia tidak bisa menebak jawabannya, Yang Mulia harus belajar dan menunjukkan sikap dengan baik."
Hwon setuju dan Yeom mengungkapkan teka-tekinya.
"Apa yang bisa membuat dunia terang dalam satu saat dan gelap di saat yang lain?"
"Itu teka-teki yang terlalu sederhana." protes Hwon.
"Kurasa sama sekali tidak sederhana." ujar Yeom. "Kuharap Yang Mulia akan memberi jawabannya saat pembelajaran kita selanjutnya."
"Dan saat itu juga aku tidak akan pernah mau melihat wajahmu lagi." ujar Hwon tajam.
"Benar." jawab Yeom. "Jika Anda berhasil menebak teka-teki ini, aku akan memenuhi permintaan Yang Mulia dan mundur sebagai mentor Anda. Tapi jika Yang Mulia tidak bisa menebak jawabannya, Yang Mulia harus belajar dan menunjukkan sikap dengan baik."
Hwon setuju dan Yeom mengungkapkan teka-tekinya.
"Apa yang bisa membuat dunia terang dalam satu saat dan gelap di saat yang lain?"
"Itu teka-teki yang terlalu sederhana." protes Hwon.
"Kurasa sama sekali tidak sederhana." ujar Yeom. "Kuharap Yang Mulia akan memberi jawabannya saat pembelajaran kita selanjutnya."
"Dan saat itu juga aku tidak akan pernah mau melihat wajahmu lagi." ujar Hwon tajam.
Ketika
sedang berjalan menuju Kediaman Ibu Suri, Putri Min Hwa, adik Hwon,
melihat para kasim membawa banyak buku ke kediaman Hwon. Karena
penasaran, ia langsung berlari ke sana.
"Kakak!"
seru Min Hwa, melihat kakakya membaca banyak sekali buku di ruang
belajarnya. "Jadi kau mulai tertarik untuk belajar? Bagaimana kau bisa
menyelesaikan buku sebanyak ini?"
"Aku tidak punya waktu untuk bermain denganmu, Min Hwa." ujar Hwon kesal.
"Kenapa denganmu, Kakak?" tanya Min Hwa. Karena Hwon malas menjelaskan, akhirnya Min Hwa bertanya pada Kasim.
Kasim menjawab kalau saat ini Hwon sedang berusaha memecahkan sebuah teka-teki.
"Teka-teki apa? Katakan padaku!" ujar Min Hwa antusias.
Kasim berbisik di telinga Min Hwa, "Apa yang bisa membuat dunia terang dalam satu saat dan gelap di saat yang lain?"
"Aku tidak punya waktu untuk bermain denganmu, Min Hwa." ujar Hwon kesal.
"Kenapa denganmu, Kakak?" tanya Min Hwa. Karena Hwon malas menjelaskan, akhirnya Min Hwa bertanya pada Kasim.
Kasim menjawab kalau saat ini Hwon sedang berusaha memecahkan sebuah teka-teki.
"Teka-teki apa? Katakan padaku!" ujar Min Hwa antusias.
Kasim berbisik di telinga Min Hwa, "Apa yang bisa membuat dunia terang dalam satu saat dan gelap di saat yang lain?"
"Mungkah
kelopak mata?" tanya Min Hwa. "Jika kau memejamkan mata seperti ini,
dunia akan gelap dan jika kau membuka mata seperti ini, dunia akan
menjadi terang."
Hwon menoleh ke Min Hwa dengan pandangan kesal. "Ck ck ck... Cara berpikirmu terlalu sederhana." katanya.
Hwon menoleh ke Min Hwa dengan pandangan kesal. "Ck ck ck... Cara berpikirmu terlalu sederhana." katanya.
"Jawabannya
adalah politik monarki." kata Hwon pada Yeom saat mereka bertemu lagi
di ruang belajar. Yeom menjelaskan panjang lebar mengenai politik
monarki.
Secara kebetulan, saat itu Raja sedang berada di luar. Ia mendengar suara Hwon yang sedang menjelaskan.
"Maafkan aku, tapi jawaban Anda tidak sama denganku." ujar Yeom.
"Jawabanku salah?" tanya Hwon.
"Benar."
"Lalu, apa jawaban yang benar?"
"Jawabannya adalah... kelopak mata." jawab Yeom.
Secara kebetulan, saat itu Raja sedang berada di luar. Ia mendengar suara Hwon yang sedang menjelaskan.
"Maafkan aku, tapi jawaban Anda tidak sama denganku." ujar Yeom.
"Jawabanku salah?" tanya Hwon.
"Benar."
"Lalu, apa jawaban yang benar?"
"Jawabannya adalah... kelopak mata." jawab Yeom.
Semua orang yang mendengarkan percakapan mereka dari luar terkejut. Raja tersenyum tipis.
"Apa kau mempermainkan aku?!" seru Hwon kesal.
"Apa jika yang mulia tidak menerima jawabanku, maka itu menjadi lelucon?" Yeom bertanya balik.
"Apa?"
"Apa karena jawaban itu tidak ada dibuku, maka Anda menganggap itu rendahan?" tanya Yeom. "Dari pandangan anak kecil, semua hal di dunia ini bisa menjadi pertanyaan dan semua hal di dunia bisa menjadi jawaban. Dalam proses pembelajaran, ada dua hal penting yang harus diingat. Pertama, kesombonganmu atas pengetahuan dan yang kedua adalah prasangkamu dalam menetapkan sesuatu. Kedua hal ini akan menutup mata dan pikiran Yang Mulia dengan kegelapan."
"Apa kau mempermainkan aku?!" seru Hwon kesal.
"Apa jika yang mulia tidak menerima jawabanku, maka itu menjadi lelucon?" Yeom bertanya balik.
"Apa?"
"Apa karena jawaban itu tidak ada dibuku, maka Anda menganggap itu rendahan?" tanya Yeom. "Dari pandangan anak kecil, semua hal di dunia ini bisa menjadi pertanyaan dan semua hal di dunia bisa menjadi jawaban. Dalam proses pembelajaran, ada dua hal penting yang harus diingat. Pertama, kesombonganmu atas pengetahuan dan yang kedua adalah prasangkamu dalam menetapkan sesuatu. Kedua hal ini akan menutup mata dan pikiran Yang Mulia dengan kegelapan."
Hwon kelihatan marah dan memanggi kasimnya masuk.
Namun betapa kaget kasim dan Yeom ketika Hwon memerintahkan kasimnya untuk menyiapkan hidangan untuk gurunya.
"Hari ini aku akan menghormatimu sebagai mentor yang hebat." ujar Hwon seraya tersenyum dan memberi hormat pada Yeom.
Di luar, Raja tersenyum. "Kelihatannya Putra Mahkota sudah menemukan guru yang cocok." katanya.
Namun betapa kaget kasim dan Yeom ketika Hwon memerintahkan kasimnya untuk menyiapkan hidangan untuk gurunya.
"Hari ini aku akan menghormatimu sebagai mentor yang hebat." ujar Hwon seraya tersenyum dan memberi hormat pada Yeom.
Di luar, Raja tersenyum. "Kelihatannya Putra Mahkota sudah menemukan guru yang cocok." katanya.
Di kamarnya, Min Hwa tertawa terbahak-bahak.
"Jadi kakakku si Putra Mahkota yang hebat akhirnya mengibarkan bendera putih pada mentor itu?" tanyanya pada dayang. "Kelihatannya mentor itu adalah orang yang sangat menarik. Aku ingin melihatnya dan mengatakan kalau aku menebak jawaban yang benar."
"Jadi kakakku si Putra Mahkota yang hebat akhirnya mengibarkan bendera putih pada mentor itu?" tanyanya pada dayang. "Kelihatannya mentor itu adalah orang yang sangat menarik. Aku ingin melihatnya dan mengatakan kalau aku menebak jawaban yang benar."
Min Hwa berlari menuju ruang belajar Hwon untuk melihat Yeom.
Ia terpesona pada Yeom.
Ketika sekilas Yeom menoleh ke arahnya, Min Hwa langsung menutupi wajahnya, malu.
Ia terpesona pada Yeom.
Ketika sekilas Yeom menoleh ke arahnya, Min Hwa langsung menutupi wajahnya, malu.
Yeom dan Hwon berbincang.
Yeom bercerita bahwa adiknya-lah yang telah memberinya keberanian menantang Hwon.
"Putra Mahkota adalah orang yang bijaksana." ujar Yeon Woo. "Walaupun sekarang ia salah paham pada kakak, tapi suatu saat nanti ia akan mengerti kesetiaan kakak."
"Jadi, orang yang bertanggung jawab atas hari ini bukan Guru Heo, melainkan adik Guru Heo." kata Hwon.
Yeom kelihatan cemas.
"Kita harus menikmati manisan ini bersama adikmu." tambah Hwon. "Kasim, bungkuskan beberapa manisan. Aku ingin memberikan hadiah untuk guruku yang tersembunyi dan bukan untuk Guru Heo."
Yeom tersenyum.
Yeom bercerita bahwa adiknya-lah yang telah memberinya keberanian menantang Hwon.
"Putra Mahkota adalah orang yang bijaksana." ujar Yeon Woo. "Walaupun sekarang ia salah paham pada kakak, tapi suatu saat nanti ia akan mengerti kesetiaan kakak."
"Jadi, orang yang bertanggung jawab atas hari ini bukan Guru Heo, melainkan adik Guru Heo." kata Hwon.
Yeom kelihatan cemas.
"Kita harus menikmati manisan ini bersama adikmu." tambah Hwon. "Kasim, bungkuskan beberapa manisan. Aku ingin memberikan hadiah untuk guruku yang tersembunyi dan bukan untuk Guru Heo."
Yeom tersenyum.
Setelah selesai makan dan mengobrol dengan Yeom, Hwon berjalan kembali ke ruangannya bersama kasim.
Disana, Hwon akhirnya tahu kalau Yeom adalah juara akademik ujian negara dan teringat pada Yeon Woo. Saat Hwon pertama kali bertemu dengan Yeon Woo, Yeon Woo bercerita bahwa ia datang ke istana untuk menyaksikan penaugerahan untuk kakaknya.
Hwon sangat terkejut.
"Kenapa kau baru mengatakan ini padaku sekarang?!" seru Hwon kesal pada kasimnya.
Hwon tersenyum senang.
Disana, Hwon akhirnya tahu kalau Yeom adalah juara akademik ujian negara dan teringat pada Yeon Woo. Saat Hwon pertama kali bertemu dengan Yeon Woo, Yeon Woo bercerita bahwa ia datang ke istana untuk menyaksikan penaugerahan untuk kakaknya.
Hwon sangat terkejut.
"Kenapa kau baru mengatakan ini padaku sekarang?!" seru Hwon kesal pada kasimnya.
Hwon tersenyum senang.
Yeom menyerahkan hadiah dari Hwon pada Yeon Woo.
Yeon Woo terkejut menerima hadiah tersebut. Ia keluar dan berdiri di halaman.
Bunga-bunga berguguran dan bayangan Hwon muncul di sampingnya.
"Apa kau sudah berhasil menebak teka-teki yang kuberikan?" tanya Hwon.
"Apa kau benar-benar Putra Mahkota?" tanya Yeon Woo.
"Menurutmu?"
"Kuharap kau bukan." ujar Yeon Woo. Ia juga menanyakan apa maksud Hwon memberikan hadiah tersebut padanya. Namun Hwon tidak menjawab dan hanya tersenyum.
Bayangan Hwon menghilang dari sisi Yeon Woo.
Yeon Woo terkejut menerima hadiah tersebut. Ia keluar dan berdiri di halaman.
Bunga-bunga berguguran dan bayangan Hwon muncul di sampingnya.
"Apa kau sudah berhasil menebak teka-teki yang kuberikan?" tanya Hwon.
"Apa kau benar-benar Putra Mahkota?" tanya Yeon Woo.
"Menurutmu?"
"Kuharap kau bukan." ujar Yeon Woo. Ia juga menanyakan apa maksud Hwon memberikan hadiah tersebut padanya. Namun Hwon tidak menjawab dan hanya tersenyum.
Bayangan Hwon menghilang dari sisi Yeon Woo.
Dae Hyeong dan komplotannya membahas mengenai Yeom. Raja pasti merencanakan sesuatu dengan mengirim Yeom menjadi mentor Hwon.
Mereka harus segera menangani masalah ini.
Mereka harus segera menangani masalah ini.
Dae Hyeong pulang dalam keadaan mabuk. Istri dan putrinya, Yoon Bo Kyung, menyambutnya.
"Apa kau ingin melihat istana?" tanya Dae Hyeong pada putrinya. "Jika kau mau, aku bisa membuatmu hidup disana."
Bo Kyung terlihat bingung.
Dae Hyeong rupanya punya rencana untuk menjadikan Bo Kyung seorang Ratu.
"Apa kau ingin melihat istana?" tanya Dae Hyeong pada putrinya. "Jika kau mau, aku bisa membuatmu hidup disana."
Bo Kyung terlihat bingung.
Dae Hyeong rupanya punya rencana untuk menjadikan Bo Kyung seorang Ratu.
Seol mengantarkan Yeon Woo ke kota untuk membeli kertas. Yeon Woo ingin menulis surat pengakuan kesalahan pada Hwon.
"Kenapa kau tidak menemuinya saja dan memohon maaf?" tanya Seol.
"Dia bukan orang yang mudah ditemui." kata Yeon Woo.
"Memangnya siapa dia? Orang kerajaan atau Putra Mahkota?" tanya Seol polos.
Yeon Woo hanya diam. Ia lebih mengkhawatirkan kakaknya dibandingkan dirinya sendiri. Ia takut Hwon melakukan sesuatu pada Yeom.
Seol meminta izin Yeon Woo untuk melihat toko pandai besi.
"Kenapa kau tidak menemuinya saja dan memohon maaf?" tanya Seol.
"Dia bukan orang yang mudah ditemui." kata Yeon Woo.
"Memangnya siapa dia? Orang kerajaan atau Putra Mahkota?" tanya Seol polos.
Yeon Woo hanya diam. Ia lebih mengkhawatirkan kakaknya dibandingkan dirinya sendiri. Ia takut Hwon melakukan sesuatu pada Yeom.
Seol meminta izin Yeon Woo untuk melihat toko pandai besi.
Yeon Woo sendirian di toko kertas. Mendadak Yang Myeong muncul dibelakangnya.
Seol berlari dengan sangat bersemangat menuju toko pandai besi.
Di tengah jalan, tanpa sengaja ia menabrak Bo Kyung hingga keduanya terjerembab ke tanah.
Di tengah jalan, tanpa sengaja ia menabrak Bo Kyung hingga keduanya terjerembab ke tanah.
Pelayan Bo Kyung membantu Bo Kyung berdiri.
Disana banyak sekali orang yang melihat. Walaupun terlihat marah, namun Bo Kyung pura-pura tersenyum ramah.
"Tidak apa-apa." ujarnya pada pelayannya. "Anak ini tidak menabrakku dengan sengaja."
Seol cemas.
"Kelihatannya kau sangat terburu-buru." ujar Bo Kyung pada Seol. "Aku baik-baik saja. Pergilah."
Seol tersenyum lega. "Terima kasih nona." katanya seraya berlari pergi.
Bo Kyung langsung cemberut lagi.
Disana banyak sekali orang yang melihat. Walaupun terlihat marah, namun Bo Kyung pura-pura tersenyum ramah.
"Tidak apa-apa." ujarnya pada pelayannya. "Anak ini tidak menabrakku dengan sengaja."
Seol cemas.
"Kelihatannya kau sangat terburu-buru." ujar Bo Kyung pada Seol. "Aku baik-baik saja. Pergilah."
Seol tersenyum lega. "Terima kasih nona." katanya seraya berlari pergi.
Bo Kyung langsung cemberut lagi.
Bo Kyung dan pelayannya pergi ke toko perhiasan untuk mengambil pesanan mereka.
Saat itu pelayan Bo Kyung menyadari ada sesuatu yang hilang dan langsung menuduh Seol yang mencuri.
"Nona, tunggu sebentar disini." kata pelayan Bo Kyung.
Setelah pelayannya pergi, Bo Kyung melihat dompet pelayannya terjatuh.
Bo Kyung tersenyum jahat.
Saat itu pelayan Bo Kyung menyadari ada sesuatu yang hilang dan langsung menuduh Seol yang mencuri.
"Nona, tunggu sebentar disini." kata pelayan Bo Kyung.
Setelah pelayannya pergi, Bo Kyung melihat dompet pelayannya terjatuh.
Bo Kyung tersenyum jahat.
Seol
punya ketertarikan besar pada bidang pandai besi. Di masa depan, ia
tahu dengan baik mengenai macam-macam dan jenis-jenis pedang.
Ketika
sedang asik melihat para pandai besi bekerja, pelayan Bo Kyung menarik
dan menampar Seol hingga jatuh. Ia menuduh Seol mencuri dompetnya.
"Hentikan!" Bo Kyung datang dan menengahi pertengkaran. "Apa yang kalian lakukan? Banyak orang yang melihat!"
"Percayalah, Nona." Seol berlutut pada Bo Kyung. "Aku sungguh tidak mencuri."
Bo Kyung tersenyum. "Jadi, maksudmu kau tidak bersalah?"
"Benar!" jawab Seol.
"Percayalah, Nona." Seol berlutut pada Bo Kyung. "Aku sungguh tidak mencuri."
Bo Kyung tersenyum. "Jadi, maksudmu kau tidak bersalah?"
"Benar!" jawab Seol.
"Kalau begitu, buktikan bahwa kau bukan pencuri." tantang Bo Kyung.
Seol diam.
Seol diam.
Yang Myeong mengganggu Yeon Woo ketika sedang memilih kertas.
"Aku adalah kakak Putra Mahkota." kata Yang Myeong. "Aku akan membantumu memilih."
Yeon Woo kesal dan pergi meninggalkan toko.
"Aku adalah kakak Putra Mahkota." kata Yang Myeong. "Aku akan membantumu memilih."
Yeon Woo kesal dan pergi meninggalkan toko.
Mendadak hujan turun dengan deras.
Yeon Woo berlari untuk mencari tempat meneduh.
Mendadak Yang Myeong muncul dan menutupi kepala Yeon Woo dengan jubahnya.
Yeon Woo terkejut.
Yeon Woo berlari untuk mencari tempat meneduh.
Mendadak Yang Myeong muncul dan menutupi kepala Yeon Woo dengan jubahnya.
Yeon Woo terkejut.
Yang Myeong mengajak Yeon Woo meneduh di sebuah rumah. Di dalam rumah itu banyak sekali tanaman. Rupanya itu adalah rumah kaca.
Melihat Yang Myeong membuat Yeon Woo teringat cerita Hwon mengenai kakaknya.
Melihat Yang Myeong membuat Yeon Woo teringat cerita Hwon mengenai kakaknya.
Yang Myeong menunjukkan sebuah pot berisi bunga krisan.
"Yang Mulia suka bunga ini." katanya pada Yeon Woo. "Bunga ini juga bisa melambangkan pengakuan kesalahan."
"Orang seperti apa Yang Mulia itu?" tanya Yeon Woo hati-hati. "Aku ingin tahu."
"Bagaimana ya mengatakannya? Dia selalu memikirkan rakyat dan negaranya." jawab Yang Myeong. "Dia orang yang sangat ketat, namun juga punya sisi halus."
"Yang Mulia suka bunga ini." katanya pada Yeon Woo. "Bunga ini juga bisa melambangkan pengakuan kesalahan."
"Orang seperti apa Yang Mulia itu?" tanya Yeon Woo hati-hati. "Aku ingin tahu."
"Bagaimana ya mengatakannya? Dia selalu memikirkan rakyat dan negaranya." jawab Yang Myeong. "Dia orang yang sangat ketat, namun juga punya sisi halus."
Yang Myeong teringat ketika Raja selalu memarahinya, sementara pada Hwon selalu bersikap lembut.
"Kau sudah lama berkelana." ujar Yeon Woo. "Tidakkah kau ingin kembali keistana. orang-orang mungkin merindukanmu."
"Siapa yang merindukan aku?" tanya Yang Myeong.
"Putra Mahkota..." Yeon Woo berkata spontan dan langsung terdiam.
"Mereka terlalu sibuk dan tidak akan punya waktu untuk bertemu denganku." tolak Yang Myeong.
"Siapa yang merindukan aku?" tanya Yang Myeong.
"Putra Mahkota..." Yeon Woo berkata spontan dan langsung terdiam.
"Mereka terlalu sibuk dan tidak akan punya waktu untuk bertemu denganku." tolak Yang Myeong.
Di lain sisi, Seol dipukuli habis-habisan di halaman rumah keluarga Yoon.
Di dalam rumah, Bo Kyung dengan tenang membaca buku.
"Salah siapa kau tidak menggunakan matamu ketika berjalan?" gumam Bo Kyung. "Itu kesalahan yang sangat fatal."
"Salah siapa kau tidak menggunakan matamu ketika berjalan?" gumam Bo Kyung. "Itu kesalahan yang sangat fatal."
Yeon Woo bergegas datang ketika mengetahui kalau Seol dituduh mencuri.
"Kenapa kalian memukulinya seperti ini?" protes Yeon Woo.
Bo Kyung keluar dari rumah karena mendengar suara Yeon Woo.
Yeon Woo memperkenalkan diri sebagai putri Kepala Pejabat penting istana dan menjelaskan kalau pasti ada kesalahpahaman.
Yeon Woo berpura-pura kalau sebelumnya ia tidak pernah mengizinkan anak buahnya memukuli Seol.
"Kenapa kalian memukulinya seperti ini?" protes Yeon Woo.
Bo Kyung keluar dari rumah karena mendengar suara Yeon Woo.
Yeon Woo memperkenalkan diri sebagai putri Kepala Pejabat penting istana dan menjelaskan kalau pasti ada kesalahpahaman.
Yeon Woo berpura-pura kalau sebelumnya ia tidak pernah mengizinkan anak buahnya memukuli Seol.
"Mendidik
orang rendahan memang tidak mudah." kata Bo Kyung pada Yeon Woo.
"Sebelum ia melakukan kejahatan yang lebih besar, lebih baik kau segera
menjualnya."
"Aku akan mengembalikan uangmu yang hilang." ujar Yeon Woo tenang.
"Tidak perlu." tolak Bo Kyung. "Karena kami sudah menyakiti pelayanmu, kuanggap kita impas."
"Aku akan mengembalikan uangmu yang hilang." ujar Yeon Woo tenang.
"Tidak perlu." tolak Bo Kyung. "Karena kami sudah menyakiti pelayanmu, kuanggap kita impas."
"Nona,
anak ini bukanlah sesuatu yang bisa dibeli dan dijual." ujar Yeon Woo.
"Dia adalah teman dan keluargaku. Bagiku, sama sekali tidak ada
perbedaan antara bangsawan dan rakyat jelata. Yang berbeda adalah sifat
dari keduanya. Aku tidak tahu berapa jumlah uangmu yang hilang, tapi
apakah itu setara dengan rasa sakit dihatinya?"
"Apa katamu?"
Yeon Woo melanjutkan. "Kuanggap kau sudah mengampuninya, jadi aku akan membawanya pulang."
Yeon Woo kemudian memapah Seol pulang.
"Apa katamu?"
Yeon Woo melanjutkan. "Kuanggap kau sudah mengampuninya, jadi aku akan membawanya pulang."
Yeon Woo kemudian memapah Seol pulang.
Yeom membawakan hadiah dari Yeon Woo sebagai ganti pemberian Hwon. Yeon Woo memberikan sebuah pot berisi tanah tanpa tanaman.
Bukannya belajar, Hwon malah menanyakan pada Yeom mengenai Yeon Woo.
Yeom bercerita kalau sejak kecil, Yeon Woo suka sekali membaca.
"Dia sangat berbeda dengan adikku, Min Hwa." Hwon ikut bercerita panjang lebar mengenai adiknya juga. "Dia juga sangat cengeng."
Bukannya belajar, Hwon malah menanyakan pada Yeom mengenai Yeon Woo.
Yeom bercerita kalau sejak kecil, Yeon Woo suka sekali membaca.
"Dia sangat berbeda dengan adikku, Min Hwa." Hwon ikut bercerita panjang lebar mengenai adiknya juga. "Dia juga sangat cengeng."
Mendadak pintu terbuka dan Min Hwa masuk ke dalam ruangan sambil menangis.
"Aku membencimu, Kak!" tangis Min Hwa.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Hwon kaget. "Kenapa kau menangis?"
"Kau mengatakan hal buruk mengenai aku!" rengek Min Hwa. "Lebih lagi, kau mengatakannya di depan orang ini." Ia menunjuk Yeom.
"Aku membencimu, Kak!" tangis Min Hwa.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Hwon kaget. "Kenapa kau menangis?"
"Kau mengatakan hal buruk mengenai aku!" rengek Min Hwa. "Lebih lagi, kau mengatakannya di depan orang ini." Ia menunjuk Yeom.
Min Hwa mendekati Yeom dan menyentuh wajahnya.
"Semua yang dikatakan Putra Mahkota bohong." tangis Min Hwa. "Aku tidak cengeng. Aku wanita yang baik."
Yeom bingung. "Aku mengerti, aku mengerti." katanya menenangkan. "Jangan terlalu marah. Jika kau menangis terus, pipi cantikmu akan kotor."
Min Hwa langsung berhenti menangis. "Aku... cantik?" tanyanya, tersenyum. "Apa aku benar-benar cantik?"
"Semua yang dikatakan Putra Mahkota bohong." tangis Min Hwa. "Aku tidak cengeng. Aku wanita yang baik."
Yeom bingung. "Aku mengerti, aku mengerti." katanya menenangkan. "Jangan terlalu marah. Jika kau menangis terus, pipi cantikmu akan kotor."
Min Hwa langsung berhenti menangis. "Aku... cantik?" tanyanya, tersenyum. "Apa aku benar-benar cantik?"
Yeom bingung.
Hwon hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Min Hwa.
Hwon hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Min Hwa.
Hwon membuka surat dari Yeon Woo.
Yeon Woo menghias kertas dengan sangat cantik sampai-sampai membuat Hwon terpana.
"Lihatlah surat ini." kata Hwon pada kasim. "Bagaimana orang bisa percaya kalau yang membuat ini adalah seorang gadis berumur 13 tahun?"
Yeon Woo menghias kertas dengan sangat cantik sampai-sampai membuat Hwon terpana.
"Lihatlah surat ini." kata Hwon pada kasim. "Bagaimana orang bisa percaya kalau yang membuat ini adalah seorang gadis berumur 13 tahun?"
Hwon membaca surat itu, yang berisi sebuah sajak.
"Seorang biksu yang hidup di gunung, mendambakan sinar rembulan. Ia kemudian melihat cahaya bulan itu mengambang dalam sebuah botol, kemudian mengisinya. Tapi di kuil ia menyadari bahwa jika kau membuka botol dan menuang airnya, maka bulan itu akan menghilang."
Yeon Woo memohon pada Hwon agar memaafkan segala kesalahannya dan melupakan kejadian waktu itu.
"Seorang biksu yang hidup di gunung, mendambakan sinar rembulan. Ia kemudian melihat cahaya bulan itu mengambang dalam sebuah botol, kemudian mengisinya. Tapi di kuil ia menyadari bahwa jika kau membuka botol dan menuang airnya, maka bulan itu akan menghilang."
Yeon Woo memohon pada Hwon agar memaafkan segala kesalahannya dan melupakan kejadian waktu itu.
"Jadi
ia sudah bisa menebak teka-teki yang kuberikan dan memintaku
melupakannya." gumam Hwon tersenyum seraya menatap pot pemberian Yeon
Woo. "Bagaimana mungkin aku melupakanmu?"
Min Hwa meminta ayahnya agar menyuruh Yeom mengajarinya pelajaran juga. Namun sayang Raja menolak.
Min Hwa langsung menangis.
Min Hwa langsung menangis.
Dae
Hyeong menyarankan pada Raja agar menjadikan putrinya, Bo Kyung,
sebagai teman belajar Min Hwa. Namun Raja malah meminta putri Young
Jae, yakni Yeon Woo, untuk ikut serta juga.
Young
Jae menyampaikan pesan Raja pada Yeon Woo dan Yeon Woo setuju. Namun
hal itu malah membuatnya tidak tenang. Istana adalah tempat yang
berbahaya. Ia khawatir pada anak-anaknya.
Malam itu, Nok Young mengunjungi makam Ari.
"Ari, beritahu aku siapa anak yang harus kulindungi." ujar Nok Young.
"Ari, beritahu aku siapa anak yang harus kulindungi." ujar Nok Young.
Keesokkan harinya di istana, Ratu dan Ibu Suri berbincang.
Ibu Suri mengatakan pada Ratu agar berhati-hati dan terus memantau, karena mungkin saja diantara salah satu teman belajar Min Hwa ada yang akan menjadi istri Hwon.
Ibu Suri mengatakan pada Ratu agar berhati-hati dan terus memantau, karena mungkin saja diantara salah satu teman belajar Min Hwa ada yang akan menjadi istri Hwon.
Nok Young dan para peramal balai samawi kembali ke istana.
Anak kecil yang pernah di tolong oleh Yang Myeong berada diantara mereka juga.
Anak kecil yang pernah di tolong oleh Yang Myeong berada diantara mereka juga.
Sesampainya di gerbang, Nok Young turun dari dalam tandu.
Disaat yang sama, Yeon Woo juga turun dari tandu tidak jauh darinya.
Nok Young terkejut melihat Yeon Woo. Ia teringat perkataan Ari, "Walaupun berada dekat dengan matahari akan mendatangkan bencana, namun takdirnya adalah berada di sisi matahari dan melindunginya. Tolong pastikan agar anak itu aman. Jaga dia demi aku."
Disaat yang sama, Yeon Woo juga turun dari tandu tidak jauh darinya.
Nok Young terkejut melihat Yeon Woo. Ia teringat perkataan Ari, "Walaupun berada dekat dengan matahari akan mendatangkan bencana, namun takdirnya adalah berada di sisi matahari dan melindunginya. Tolong pastikan agar anak itu aman. Jaga dia demi aku."
Tidak lama kemudian, sebuah tandu lagi datang dan Bo Kyung melangkah keluar.
Nok Young terkejut melihatnya.
Nok Young terkejut melihatnya.
Bo Kyung menoleh ke arah Yeon Woo.
Yeon Woo membalas pandangannya.
"Itu adalah dua bulan." ujar Nok Young dalam hati.
Sumber : http://anekabaca.blogspot.com
Selanjutnya Sinopsis The Moon That Embraces The Sun Episode 3
Yeon Woo membalas pandangannya.
"Itu adalah dua bulan." ujar Nok Young dalam hati.
Sumber : http://anekabaca.blogspot.com
Selanjutnya Sinopsis The Moon That Embraces The Sun Episode 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar