Saya belum pernah menonton satu pun drama yang diperankan oleh Ji Sung. Ternyata dia pernah bermain di All In, New Heart, Swallow of the Sun, Kim Soo Ro dan Royal Family. Semuanya drama serius dan bukan komedi. Dan seperti Cha Seung Won yang bermain sangat keren dan mengesankan di Best Love, begitu pula Ji Sung. Tiga episode ini saya sangat terkesan dengan Ji Sung.
Karena ia benar-benar super duper lucu ..
Sinopsis Protect the Boss Episode 3
Eun Seol mempersilahkan Ji Heon masuk ke dalam rumah. Ia berjanji
setelah temannya pulang, dia dan temannya akan menginap di sauna dan Ji
Heon dapat menginap di rumahnya.
Ji Heon berterima kasih akan semua hal yang dilakukan Eun Seol hari ini.
Tapi belum sempat ia menyelesaikan ucapan terima kasihnya, matanya
tertumbuk pada sepasang sepatu yang sepertinya ia kenal. Eun Seol, yang
menyadari arah pandangan Ji Heon, terkejut dan langsung melompat meraih
sepatunya. Apakah Ji Heon melihatnya? Ji Heon melihatnya tapi ia tak
melihat dengan jelas. Tapi bukan berarti ia tak melihatnya. Karena itu
ia ingin melihatnya lagi agar ia dapat percaya pada apa yang ia lihat.
Ji Heon menarik kaki Eun Seol dan memeriksanya. Eun Seol yang teringat
saat ia menunjukkan kakinya di kamar Ji Heon, langsung mrenggangkan jari
kakinya lagi. Namun terlambat karena ia sekarang sudah bisa menduganya.
Ia menyuruh Eun Seol berbalik tapi Eun Seol tak mau.
Ji Heon mencoba membalikkan tubuh Eun Seol tapi Eun Seol tak bergerak
sedikitpun. Ia malah mengaku kalau ia memang bersalah dan memohon agar
Ji Heon pura-pura tak melihatnya.
Tapi Ji Heon tak mau, malah sekuat tenaga membalikkan badan Eun Seol
dengan kakinya, dan seperti menangkap penjahat, ia mengatakan kalau
akhirnya sepatu itu kembali pada pemiiknya.
LOL.
Akhirnya Eun Seol mengakui kalau ia memang si kepala cepol. Ji Heon
marah dan menuduhnya telah merencanakan hal ini dari awal. Mengacaukan
dirinya malam itu dan menjadi sekretarisnya kemudian. Mungkin sedikit
tak dapat dipercaya, tapi Eun Seol mengaku kalau ia juga tak menyadari
siapa Ji Heon sebenarnya sampai ia melihat sepatu itu di kamar Ji Heon.
Saat itu ia hampir terkena serangan jantung dan mati saat itu juga.
Ji Heon tak percaya ucapan Eun Seol. Bagaimana mungkin ia percaya pada
si kepala cepol yang gila? Dengan dramatis Ji Heon mengulang pertanyaan
terakhir itu berkali-kali dan mendorong Eun Seol hingga terjatuh.
Dan drama pun terjadi. Action drama, maksudnya. Karena Myung Ran,
sahabat Eun Seol, datang dan mengira Ji Heon adalah perampok yang
mencoba menganiaya Eun Seol.
Hehehe.. kayak ada yang bisa menganiaya Eun Seol aja ..
Ia menarik Ji Heon dan melemparnya ke kasur. Eun Seol mencoba
menghalangi kekerasan Myung Ran dengan mengatakan kalau Ji Heon adalah
bosnya.
Uppss.. salah pemilihan kata. Karena Myung Ran langsung melihat Ji Heon
dengan pandangan yang baru. Jadi ini bos Eun Seol yang mereka ingin
bunuh? Jahanam itu? Eun Seol membenarkan kalau Ji heon adalah jahanam
itu.
Jahanam? Belum sempat Ji Heon marah karena Eun Seol mengatainya, Myung Ran sudah mengangkatnya dan membantingnya ke lantai.
Well done, Myung Ran!
Ji Heon keluar rumah dengan terpincang-pincang. Eun Seol mengajaknya ke
rumah sakit karena Ji Heon kelihatan tak sehat. Ji Heon menolak karena,
“Luka yang aku rasakan adalah luka yang tak akan tersembuhkan walaupun aku pergi ke rumah sakit. Karena tubuhku, .. dibandingkan tubuhku, hatiku jauh lebih terluka.” |
LOL, Ji Heon dramaqueen banget!
Eun Seol mengulangi lagi permintaan maafnya. Ia berjanji akan bekerja
lebih keras lagi sebagai sebagian kecil permintaan maafnya. Tapi Ji Heon
malah menganggap apa yang dikerjakan oleh Eun Seol selama ini, sebagai
sekretarisnya, hanyalah karena rasa bersalahnya bukan karena kesungguhan
hatinya. Ia menyuruh Eun Seol untuk pergi darinya sekarang juga.
Eun Seol kembali ke dalam rumah dan melampiaskan kekesalannya pada Myung
Ran. Ternyata Myung Ran tadi sedang melampiaskan kekesalannya karena ia
baru saja dipecat karena kelebihan berat badan. Eun Seol tetap kesal
karena tak seharusnya Myung Ran melampiaskan kekesalan dengan membanting
Ji Heon yang tak bersalah.
Myung Ran menenangkan Eun Seol kalau Ji Heon pasti akan baik-baik saja.
Tapi Eun Seol tetap khawatir karena di jalan depan rumahnya sangatlah
gelap. Memang Ji Heon anak kecil? Memang Ji Heon masih seperti anak
kecil. Kalau begitu apa Eun Seol ibunya?
Hampir. Karena tepat seperti yang Eun Seol perkirakan, Ji Heon menjerit
ketakutan saat lampu jalan tiba-tiba mati dan ia tak dapat mengatasi
ketakutan akan gelapnya. Dan kucing pun serasa menjadi singa. Ji Heon
memanggil-manggil Eun Seol ketakutan.
Di rumah, ayah minum-minum sambil menatap tangan yang tadi ia pakai
untuk menampar Ji Heon. Seperti ingin menghukum dirinya sendiri, ia
kemudian mengangkat botol minumannya perlahan untuk dihantamkannya
kepada tangan satunya.
Hanya saja nenek lebih cepat. Ia meraih botol minuman itu..
.. dan menghantamkannya ke tangan ayah.
LOL.
Nenek marah karena kelakuan ayah Ji Heon tak berubah sama sekali. Kapan
ayah Ji Heon akan berubah? Nenek selalu mengkhawatirkan ayah Ji Heon
karena ia selalu muncul di televisi. Nenek menjadi tua seperti ini bukan karena usia, tapi lebih karena ayah Ji Heon. Dan tahu apa jawaban ayah Ji Heon?
“Apa Ibu perlu terapi botox?” |
Hampir saja Nenek menggampar ayah Ji Heon jika ayah tak berkata serius.
Ayah mengeluh kalau perusahaan mereka termasuk 10 perusahaan terkemuka
di Korea,
dan ia adalah pengusaha paling tampan (pffht.. ayah sama dengan anak,
ya?) di antara para presiden direktur. Jika ia memiliki kemauan, ia tak
takut dan berani untuk menggapainya. Tapi mengapa Ji Heon berbeda?
Mengapa ia selalu ketakutan?
Nenek tak dapat menjawab pertanyaan ayah. Ia hanya dapat menghela nafas panjang.
Di rumah Eun Seol, Ji Heon tak dapat tidur karena ia tak familiar dengan
bau selimut Eun Seol. Tapi Myung Ran pun tak dapat tidur karena Ji
Heon menolak mematikan lampu (karena Ji Heon takut gelap). Hampir saja
mereka bertengkar kalau Eun Seol tak menengahi mereka. Dan Ji Heon masih
tak dapat tidur.
Bukan karena bau-bauan, bukan karena gelap, bukan pula suara bising
kipas angin yang tadi juga mengganggunya. Tapi karena ada Myung Ran yang
sudah tidur dan jatuh menimpanya.
Hehehe… kalau orang Jawa bilang Ji Heon sekarang ketindihan, hingga ia mengigau dalam mimpinya.
Esok harinya, Ji Heon harus bersembunyi di belakang Eun Seol karena tak ingin bertemu dengan ayahnya. Namun ada lagi yang tak ingin ia temui. Moo Won.
Bukan apa-apa, tapi karena Eun Seol langsung bersikap ramah melihat
kehadiran Moo Won yang jeli mengetahui kalau Ji Heon tak pulang ke
rumah. Ji Heon langsung memberi ‘pengakuan’ kalau ia tidur di rumah Eun
Seol. Namun pengakuan itu tak berakibat apa-apa karena Moo Won memahami
Eun Seol yang mengaku kalau tak hanya ia dan Ji Heon saja di rumah itu,
tapi ada satu orang lagi di tengah mereka.
Ji Heon semakin sebal karena Eun Seol dan Moo Won membicarakan dirinya di belakangnya, seolah-olah ia tak mendengarnya. Dengan gaya dramatis ia berbalik.. dan menunjuk kepada mereka berdua, membuat dua orang itu terpana melihat gaya antik Ji Heon.
Saat hendak masuk lift, Moo Won mempersilahkan Eun Seol masuk (ladies
first) tapi Eun Seol menolak karena bos harus masuk lebih dahulu.
Dan ternyata yang masuk duluan adalah Ji Heon yang langsung menyerobot
masuk dan menjulurkan lidahnya sebelum pintu lift menutup. Moo Won dan
Eun Seol hanya bisa tertawa tak percaya melihat kelakuan Ji Heon yang
dramaqueen abis.
Eun Seol melapor pada ayah kalau tak terjadi apa-apa kemarin malam di
rumahnya. Ayah tak mengkhawatirkan hal tersebut, karena ayah tahu bagi
Ji Heon wanita terasa seperti batu. Ayah malah lebih peduli tentang
perubahan Ji Heon. Lebih tepatnya adalah, apakah Ji Heon sudah berubah?
Eun Seol teringat pada kejadian
pagi itu dimana ia susah sekali membangunkan Ji Heon yang tetap tak
terbangun walaupun selimutnya ditarik keras oleh Myung Ran. Tentunya
white lie tak akan menyakiti siapapun bukan? Ia pun mengiyakan.
Dan ayah puas mendengarnya, merasa kalau sedikit kekerasan yang ia lakukan berdampak juga pada perubahan Ji Heon.
Sepertinya Moo Won merasa Ji Heon sedikit berubah. Sedikiiitt.. karena saat di dalam ruangan Ji Heon, ia
menatap Ji Heon seperti melihat ada sesuatu yang baru dalam diri Ji
Heon tapi ia tak dapat memikirkan perubahan apa itu. Ia membawakan koran
dan mengingatkan Ji Heon kalau Na Yoon telah tiba di Korea.
Sepeninggal Moo Won, Ji Heon menatap koran yang ada foto Na Yoon di
depannya dan tersenyum sendiri menyadari kalau ia benar-benar lupa.
Sementara Na Yoon menatap beberapa karangan bunga yang tak satupun
berasal dari Ji Heon dan bergumam kalau Ji Heon sangat menyebalkan.
Ia teringat pada pertemuan terakhir mereka di bandara. Saat itu ia
menunggu-nunggu kedatangan Ji Heon. Dan benar saja Ji Heon datang. Tapi
belum sempat mereka bertemu (hanya saling melihat dari kejauhan), Ji
Heon menerima telepon yang masuk dan mereka pun tak dapat bertemu.
Sepertinya berita yang disampaikan tak baik, karena dunia terasa berputar saat Ji Heon mendengarnya, setelah itu ia jatuh pingsan.
Ingatan itu rupanya juga masih terekam jelas oleh Ji Heon, karena
jantungnya mendadak berdebar kencang sampai ia terduduk di kursinya. Eun
Seol yang membawakan kopi paginya, berlari menghampiri Ji Heon
menanyakan apakah Ji Heon baik-baik saja.
Sebelum Eun Seol datang, hanya dada Ji Heon yang sakit. Tapi setelah Eun Seol, ia
lebih sakit lagi karena Eun Seol yang terburu-buru menghampiri Ji Heon
dan tak sengaja menumpahkan minuman panas itu ke celana Ji Heon.
Uppss.. Ji Heon berteriak-teriak kesakitan, merasakan sakit di dadanya
dan sakit kepanasan. Ia pun buru-buru lari ke luar ruangan.
Eun Seol hanya dapat menunggui Ji Heon di depan toilet pria. Akhirnya Ji
Heon keluar dari toilet membawa hair dryer dan akhirnya meluapkan
kekesalannya pada Eun Seol yang selalu memberi masalah padanya. Dari
kejadian kemarin malam, kejadian di karaoke bar dan sekarang ini. Dengan
lemah, Eun Seol hanya dapat membela diri kalau semuanya itu tak
disengaja. Tapi Ji Heon tak mau mendengarnya lagi.
Ji Heon mengancam akan mengadukan kasus Eun Seol yang menyebabkan harga
saham jatuh kepada ayahnya dan beranjak pergi. Eun Seol mengejar Ji Heon
dan memohon Ji Heon agar tak melakukannya. Karena ia mempunyai kartu
truf, yaitu kelemahan Ji Heon. Apa itu? Celana bermotif dan kebiasaan
tidurnya. Tapi Ji Heon tak bergeming. Ia tetap akan mengadukannya pada
ayah.
Sayangnya ada pendengar lain yang mendengarnya. Dua sekretaris kantor
yang langsung menyebarkannya lewat gosip intranet. Gosip tentang Ji Heon
– Eun Seol yang serumah kemarin malam dan kejadian di karaoke bar. Gosip
itu begitu cepatnya tersebar, membuat Eun Seol merasa aneh saat ia
berjalan di koridor kantor semua orang menatapnya dengan pandangan tak
suka.
Tapi ia mengacuhkannya, begitu pula saat ia berpapasan dengan seorang wanita tua yang menutupi wajahnya dengan topi.
Di ruangan sekretaris, Eun Seol yang tak dapat berbahasa Jepang
mengatakan tertarik pada kemampuan bahasa Jepang salah satu sekretaris
yang tadi mendengar pembicaraannya di depan toilet dan ingin
mempelajarinya. Namun sekretaris itu malah mengatainya b***h dalam bahasa Jepang.
Sekretaris Moo Won, Sekretaris Yang, mendengarnya
dan memarahi sekretaris itu karena kata-kata celaan itu tak pantas
dikatakan di ruangan sekretaris. Dan meeting mendadak pun diadakan di
luar. Sekretaris Yang mengkonfrontir ucapan kedua sekretaris tentang
kejadian di rumah Eun Seol kemarin malam.
Eun Seol membantah berita itu walaupun membenarkan insiden di karakoke
bar. Sekretaris Yang marah karena terlepas berita itu benar atau salah
Eun Seol telah menyebabkan sekretaris semperti mereka menjadi bahan
tertawaan di dalam kantor. Mereka bertiga pergi sambil membicarakan Eun
Seol kalau tak seharusnya karyawan kelas tiga seperti Eun Seol bekerja
di perusahaan DN.
Pembicaraan yang tak ditutup-tutupi itu jelas melukai perasaan Eun Seol. Dengan gusar ia mendatangan ruangan Ji Heon namun tak menemukannya. Kemana sebenarnya Ji Heon?
Rupanya Ji Heon diculik oleh Nenek agar pulang ke rumah.
Dan Eun Seol harus menghadapi kepala bagian General Affair yang mendapat
laporan dari para sekretaris. Ia meminta Eun Seol untuk menulis surat pengunduran diri sekarang juga.
Sepertinya Eun Seol benar-benar mengundurkan diri karena setelah itu ia
naik bis untuk pulang ke kampong halamannya. Di dalam bis ia teringat
pada kata-kata Ji Heon yang mengaku selalu memegang janji untuk
mengadukan pada ayah. Ji Heon
malah marah dan mengatainya gila saat Eun Seol menghardiknya karena tak
seharusnya Ji Heon melaporkannya dengan cara yang tak etis.
Dan siapa yang mendapat kehormatan untuk merasakan amukannya?
Ayahnya sendiri yang menghabiskan waktunya dengan berlatih silat. Ayah bersedia untuk menjadi tempat meluapkan emosi Eun Seol.
Dan bertarunglah mereka dengan baju ala Bruce Lee. Pertama kali yang
ingin Eun Seol pukul adalah dua sekretaris penggosip. Sekretaris Han dan
Sekretaris Jo. Dan ayahpun menerima pukulan kekalahan.
Yang kedua adalah perkelahian dengan tongkat. Kali ini yang ingin Eun
Seol basmi adalah Cha Ji Heon. Saat melihat Eun Seol tak main-main ingin
membunuh Cha Ji Heon melalui dirinya, ayah Eun Seol pun kabur melarikan
diri.
Heheh… satu lagi hubungan yang menarik antara ayah dan anak.
Di kamarnya, Ji Heon juga menjadikan gambar Eun Seol yang tak bermuka sebagai sasaran kemarahannya dan terus mengatainya
kepala cepol yang gila. Tapi ia teringat pembicaraan terakhirnya dengan
Eun Seol di telepon dan merasa aneh. Tapi ia tetap merasa kesal karena
seharusnya ia harus memecat Eun Seol.
Namun kemarahan pada Eun Seol berarti ia memikirkan Eun Seol. Ia
teringat pada kejadian kemarin malam saat ia tak dapat tidur, Eun Seol
yang masih mengantuk menyapanya. Eun Seol mengajarinya untuk tidur
dengan posisi bayi tidur dalam kandungan. Posisi itu paling nyaman untuk
tidur. Bahkan Budha pun lekaukannya. Ia pun memijat tangan Ji Heon
untuk membuatnya relaks dan mudah tertidur.
Hanya saja karena kelelahan, Eun Seol tertidur masih dengan memegang
tangan Ji Heon. Ji Heon langsung memegang kepala Eun Seol agar tak jatuh
di kasur dengan keras. Namun hal ini menyebabkan kepala Eun Seol
menindih tangan Ji Heon dan Ji Heon tak dapat menariknya kembali.
Akhirnya Ji Heon membiarkannya dan mereka tertidur dengan posisi bayi
tidur.
Kali ini Ji Heon membayangkan mereka berdua tidur di posisi yang sama
seperti kemarin malam, dan Ji Heon mengatakan pada Eun Seol imajiner
kalau Eun Seol akan dipecat lain waktu tapi tidak sekarang.
Aww… Co cuiiitt….
Walaupun bayangan itu hanya sesaat saja karena bayangan
Eun Seol tergantikan dengan ayahnya yang memilih waktu yang tepat untuk
menemuinya dan malah menemukannya berbicara sendiri. Ji Heon
terperanjat melihat ayahnya dan hampir mati ketakutan karena ayah
mengagetkannya. Ya, dan sebaliknya pula, ayah juga hampir mati ketakutan melihat Ji Heon bicara sendiri.
Heheh.. mana yang lebih menakutkan ya?
Untuk pertama kalinya mereka berbicara baik-baik. Ayah ingin mewariskan
jabatannya pada Ji Heon, karena percaya Ji Heon mampu. Di masa lalu Ji
Heon tak seperti sekarang ini. Walaupun tak hebat-hebat amat, tapi Ji
Heon juga lebih mampu dari yang sekarang. Ia meminta Ji Heon untuk
melupakan masa lalu dan maju ke depan.
Di hutan, ayah bingung saat Eun Seol membawakannya oleh-oleh celana
dalam yang mirip dengan miliki Ji Heon. Bukan bingung karena warna
celana dalam yang aneh-aneh, tapi karena bingung dengan cara memakainya.
Mana yang depan dan mana yang belakang.
Keesokan harinya Eun Seol datang untuk memberikan hadiah perpisahan pada
Ji Heon dan Moo Won. Namun yang ia temui pertama kali adalah dua
sekretaris penggosip itu. Dan sekarang saatnya memberi mereka
pelajaran.
Di atap gedung, dengan kedua sekretaris di dalam cengkeramannya, ia
mengkuliahi mereka kalau lain kali mereka tak boleh memandang rendah
orang yang lulus bukan dari universitas terkemuka. Mereka pun terpaksa
menyetujui perintah Eun Seol, si legenda Balsandong.
Eun Seol memberikan hadiah perpisahan pada Moo Won yang menolak
pengunduran dirinya. Ia menyuruh Eun Seol meminta maaf pada Presiden
Direktur dan ia akan mengurus sisanya. Tapi Eun Seol menolaknya. Apapun
yang terjadi, baginya Moo Won adalah orang yang sangat baik karena Moo Won adalah orang pertama yang percaya pada kemampuannya.
Moo Won tercenung mendengar perkataan Eun Seol yang kemudian pergi
meninggalkannya. Ia bertanya-tanya kenapa ia sekarang merasa bersalah?
Hmmhh.. karena keinginannya telah terpenuhi namun sebenarnya bukan hal
itu keinginan yang sebenarnya? Atau karena dalam hati sebenarnya Moo Won
adalah orang baik? Atau karena ia sudah menyukai Eun Seol?
Presiden Direktur datang ke kantor dan sekretarisnya memberikan
informasi tentang kejadian di karaoke bar. Tapi rupanya ia serius saat
mengatakan kalau ia ingin melupakan masa lalu seperti yang ia katakan
pada Ji Heon kemarin. Hal yang sama juga ia lakukan saat kepala
sekretaris mencoba memberikan bisikan tentang kejadian karaoke bar itu.
Ia tak mau mendengarnya. Pokoknya tak mau.
Bahkan saat Eun Seol meneleponnya dan mencoba mengakui kejadian di
karaoke bar, Presiden Direktur menyuruh Eun Seol untuk melupakan masa
lalu dan maju ke depan. Eun Seol kaget mendengarnya dan langsung
mengucapkan terima kasih, karena telah memaafkannya. Presiden direktur
langsung menutup telepon, karena ia sedang menjalani tugas pelayanan
masyarakatnya yaitu menyeberangkan anak-anak sekolah.
Eun Seol bertemu dengan kepala sekretaris yang sedikit ilfil karena
Presiden Direktur tak mengindahkan kata-katanya. Ia ingin menghardik Eun
Seol untuk memecatnya lagi, namun hal itu digagalkan oleh Ji Heon yang
mendengar kata-kata kepala sekretaris.
Dengan kaku Ji Heon mengatakan kalau Eun Seol adalah sekretarisnya, jadi dialah yang berhak memecat Eun
Seol. Di dalam ruangannya, Ji Heon marah-marah kepada Eun Seol yang mau
dianiaya seperti itu. Eun Seol malah menyindir karena ulah siapa ia
jadi dianiaya seperti ini. Dan ia berani pada Ji Heon sekarang karena ia
telah memberikan surat pengunduran diri. Ji Heon kaget mendengarnya.
Namun surat pengunduran diri itu sekarang berada
di tangan Moo Won yang memberikan nasehat pada kepala Sekretaris kalau
mereka dapat dituntut jika memecat karyawan tanpa alasan. Kepala
sekretaris heran pada kelakuan semua pria Cha termasuk Moo Won. Apakah
Eun Seol seorang penyihir?
Moo Won menemui Eun Seol yang masih bersama Ji Heon. Ia mengacungkan surat pengunduran diri Eun Seol dan mengatakan kalau ia sudah menyelesaikan semuanya. Ji Heon membelalakkan mata melihat surat itu sudah ada ditangan Moo Won. Ia meminta surat itu. Tapi sayang Moo Won tak bermaksud memberikannya pada Ji Heon. Ia menghindarkan surat itu dari tangan Ji Heon yang berusaha merebutnya dan akhirnya ia merobek surat itu dengan penuh kemenangan diiringi tatapan Ji Heon yang tak percaya.
Eun Seol berterima kasih pada Moo Won dan juga Ji Heon. Tapi Moo Won
berkata kalau ialah yang harus berterima kasih karena hadiah yang
diberikan padanya sesuai dengan gayanya. Ia menunjukkan cover handphone
yang bergambar kartun.
Ternyata bukan hanya Moo Won yang mendapat hadiah, Ji Heon pun juga
mendapatkannya. Saat di ruangan sendirian, ia mengamati hadiah yang
diberikan oleh Eun Seol padanya.
Dengan antusias ia membuka kado itu dan betapa kesalnya ia saat ia
menemukan hadiahnya adalah celana dalam yang bergambar sebuah karakter
kartun.
Moo Won mengadakan rapat marketing dengan Na Yoon. Hubungan mereka
berdua tak begitu jelas. Sepertinya hubungan mereka dulu adalah hubungan
TTM sementara Na Yoon sendiri berpacaran dengan Ji Heon. Na Yoon
berusaha menyerang sekretaris Jang dengan
mengkritik proposal yang disiapkan oleh Sekretaris Jang yang menurutnya
kurang cantik dilihat dan membosankan. Hanya saja Moo Won membelanya
dengan mengatakan kalau tak penting bentuk proposal kurang cantik dan
membosankan asal isinya menarik.
Na Yoon meminta waktu untuk berbicara berdua dengan Moo Won. Ia ingin
tahu mengapa Ji Heon belum menghubunginya sampai sekarang? Ia bertanya
apakah Moo Won sudah memberitahu Ji Heon? Moo Won tak menjawab, ia hanya
berkata kalau Na Yoon dapat selalu kembali padanya jika ia nanti
terluka. Ia akan mencoba untuk menerimanya kembali.
Na Yoon mengikuti Moo Won yang akan kembali ke kantor dan mengatakan ia
akan mengorbankan harga dirinya untuk menemui Ji Heon terlebih dahulu.
Sesampainya di kantor, Na Yoon langsung menuju ke ruangan Ji Heon. Tapi
Eun Seol langsung menghalanginya dengan mengatakan kalau Ji Heon sedang
tak ada di ruangan, dan ia juga tak memiliki janji bertemu dengan
seseorang. Ia meminta Na Yoon untuk menunggu di ruang tunggu.
Sepertinya Na Yoon alergi dengan ide itu dan memandang sekretaris Jang
untuk meminta bantuannya. Sayang sekretaris Jang tak dapat memutuskan
hal itu, karena yang berhak menentukan siapa yang boleh bertemu adalah
bos itu sendiri atau sekretarisnya.
Na Yoon akhirnya mau menunggu. Tapi ketika ia melihat keliman rok Eun
Seol yang lepas, ia langsung memberitahukannya pada Eun Seol. Mungkin
dengan harapan Eun Seol akan malu. Tapi tidak. Karena saat Eun Seol
melihatnya, ia langsung mengambil stapler, memperbaikinya dengan segera dan mengucapkan terima kasih pada Na Yoon yang tak percaya pada penglihatannya.
Hehe.. boleh juga ide Eun Seol. Jika keadaan terdesak, apapun bisa digunakan.
Rapat tertutup diadakan oleh Presdir yang mengumumkan kalau Ji Heon akan
menjadi pewaris perusahaan. Hal ini tentu tak disetujui oleh sebagian
besar anggota rapat. Bahkan Ji Heon sendiri sepertinya juga tak siap.
Ibu Moo Won paling bersikap keras bereaksi. Dengan kredibilitas Ji Heon
sekarang ini, harga saham pasti akan jatuh. Moo Won memegang tangan
ibunya untuk menenangkannya. Tapi Presdir Cha sudah bulat pada
keputusannya. Ia sudah menyiapkan langkah- langkah agar Ji Heon dapat
menjalani transisi ini dengan mengunjungi cabang-cabang perusahaan
mereka.
Moo Won menyelamati Ji Heon atas prestasinya. Tapi Ji Heon menyuruhnya
jujur. Maka Moo Won pun berkata kalau ia tak suka atas penunjukkan Ji
Heon yang tak memiliki ketertarikan pada perusahaan, tak seperti
dirinya. Ji Hen membenarkan perkataan Moo Won, tapi ia tak akan
menyerahkannya pada Moo Won karena ia tahu sepupunya adalah tipe orang
yang tak mau membayar pajak perusahaan. Ia pun berlagak muntah di depan
Moo Won dan berlalu pergi.
Kali ini Moo Won tak dapat menutupi kekesalannya. Ia berjalan mendahului
Ji Heon dan menabraknya dari belakang. Ji Heon pun tak mau kalah. Ganti
ia yang menabrak dari belakang. Hal itu terus terjadi sampai mereka
tiba di depan ruangan masing-masing dengan kemenangan di pihak Moo Won
yang terakhir kalinya menabrakkan dirinya pada Ji Heon yang tak sanggup
membalas karena sudah ada Na Yoon yang menunggunya.
Satu orang Cha childish? Lucu. Dua orang childish yang bersitegang? Mengesankan.
Ibu Moo Won mengadu pada nenek tentang keputusan Presdir Cha. Ia merasa
hal tersebut tak adil karena ia menganggap Moo Won lebih mampu
dibandingkan Ji Heon. Nenek beralasan sudah tak dapat memutuskan apapun
karena ia sudah tak memiliki pengaruh lagi. Tapi ibu Moo Won menganggap
nenek masih memiliki pengaruh untuk menghalangi keputusan Presdir Cha
yang lebih mengarah ke keputusan yang semena-mena.
Presdir Cha mendengarnya dan mengingatkannya. Nenek akhirnya
meninggalkan mereka untuk mereka bicara lebih lanjut. Maka Presdir Cha
menghardik ibu Moo Won dengan bahasa banmal (bahasa Korea
yang informal atau mungkin kalau dalam bahasa Jawa adalah bahasa
ngoko). Melihat hubungan mereka dimana ibu Moo Won adalah yang dituakan,
maka seharusnya Presdir Cha harus berbahasa jonmal (bahasa Korea
sopan atau mungkin kalau dalam bahasa Jawa adalah bahasa kromo inggil.
Namun sebelum menikah mereka adalah teman, dan Presdir Cha meminta ibu
Moo Won tak memperlakukan anak temannya dan keponakannya, a.k.a Ji Heon
seperti ini.
Ibu Moo Won juga meminta Presdir Cha agar tak memperlakukan Moo Won yang
sepuluh ribu kali lipat lebih baik dari Ji Heon seperti itu. Dan mereka
pun bertengkar seperti yang dilakukan anak-anak mereka beberapa saat
yang lalu. Kecuali tanpa tabrak-tabrakan punggung.
Di café kantor, Na Yoon mencoba mengungkit pertemuan terakhir mereka.
Tapi Ji Heon sepertinya tak peduli karena ia seperti anak kecil,
memainkan sedotan minuman yang diputar-putar, membuat Na Yoon kesal.
Tapi bagi Ji Heon yang Na Yoon bicarakan adalah hal yang membosankan.
Karena Na Yoon membicarakan masa lalu yang telah mereka ketahui dengan
jelas.
Na Yoon pun bersedia membicarakan hal yang lainnya. Tapi Ji Heon
menolaknya karena ia tak memiliki hal penting yang dapat
dibicarakan.Dengan menahan kesabaran yang hampir habis Na Yoon hanya
berkata kalau Ji Heon ingin mengatakan suatu hal yang lain, dapat ia
katakan saat pertemuan mereka berikutnya. Ia pun berlalu pergi
meninggalkan Ji Heon.
Namun di dalam toilet ia meluapkan emosinya dengan menangis sampai
maskaranya jatuh belepotan. Setelah beberapa saat, ia membersihkan air
matanya dan memperbaiki riasannya. Ia pun keluar dari toilet dan berjalan seperti tak terjadi apapun.
Hal yang sama juga terjadi pada ibu Moo Won yang meluapkan kekesalannya
dengan menangis di depan anak dan sekretaris anaknya di dalam lift. Ia
meminta Moo Won untuk membalaskan dendam atas ketidakadilan ini. Namun
ia heran kenapa Moo Won tak menanggapi kekesalannya? Moo Won menjawab
kalau menangis adalah hal paling tepat untuk meluapkan kekesalan.
Di lobi kantor, kebetulan mereka bertemu dengan Na Yoon yang mengajak ibu pulang bersamanya. Ibu pun menemui ibu Na Yoon dan
mengeluhkan tentang ketidakadilan yang baru saja ia alami. Ibu Na Yoon
berjanji akan berbicara dengan Presdir Cha, tapi ia juga meminta agar
pernikahan antara kedua anak mereka dapat segera terlaksana.
Ha? Pernikahan? Tapi bukan itu
yang membuat ibu Moo Won kaget. Ibu kaget karena Ibu Na Yoon
memperhatikan kalau terapi botox yang Ibu Moo Won lakukan bukan
memperbaiki kerutan, malah seperti kelebihan lemak di wajah.
Bwahaha..
Pertemuan dengan Na Yoon sepertinya jauh lebih membekas dari yang Na
Yoon perkirakan, karena Ji Heon duduk lama di café dan mengingat
masa-masa indah mereka dulu. Eun Seol menemukan Ji Heon termenung dan
menanyakan apakah ia baik-baik saja. Ji Heon langsung meninggalkan meja.
Namun Eun Seol melihat ada kue yang tak termakan di atas meja dan dan
mengatakan kalau sayang kalau mereka membuang-buang makanan. Tanpa sadar
Eun Seol menjilat bibirnya, dan hal ini tak luput dari perhatian Ji
Heon. Ia menyindir Eun Seol yang telah mencuci otaknya dan kemudian
malah menjadi gurita. Hampir saja Eun Seol marah mendengarnya jika ia
tak mengetahui kalau ucapan itu hanya main-main, dan ia membawa serta
kue itu.
Dengan senang hati Eun Seol memakan kue itu di ruangan Ji Heon walaupun
sebenarnya ia dapat memakannya di pantry. Hehe.. sepertinya Ji Heon
mengijinkan Eun Seol makan di ruangannya. Ji Heon hanya mengingatkan
agar tak menjatuhkan remah-remah kue di ruangannya. Ia bertanya pada Eun
Seol, apa yang ia pikirkan jika ia nanti menjadi Presiden Direktur?
Apakah hal itu sesuatu hal yang lucu? Yang dapat ditertawakan?
Eun Sel hanya tertawa mendengarnya, karena menurutnya jika nanti Ji Heon
menjadi Presiden Direktur, hal itu bukan sebuah guyonan. Ia berharap
kalau Ji Heon dapat menjadi Presdir yang tak harus pergi ke kejaksaan
karena sebuah kasus. Dan Ji Heon bertanya pemimpin seperti apa yang
layak menjadi Presiden Direktur? Eun Seol menjawab kalau Presiden
Direktur yang baik adalah seseorang yang dapat memperlakukan karyawannya
dengan baik. Dan memberikan banyak beasiswa bagi mahasiswa miskin
seperti dirinya. Dan masih banyak lagi, tapi ia akan memberitahukannya
lain kali.
Eun Seol berkata apakah Ji Heon akan menjadi Presiden Direktur? Hal itu
segera disanggah oleh Ji Heon yang memintanya diam dan makan kuenya
saja.
Sepertinya Presdir Cha sudah mulai menikmati pelayanan masyarakatnya. Ia
bahkan lupa waktu pelayanannya sudah habis jika tak diingatkan oleh
sekretarisnya. Ia merasa bangga pada dirinya sendiri karena telah
melakukan pelayanan ini dengan baik. Sekretarisnya pun setuju. Ia bahkan
bangga pada bosnya yang mampu memaafkan walaupun kehilangan miliaran
bahkan triliunan won. Presdir Cha kaget, sejak kapan ia menjadi orang
seperti itu?
Dan sepulangnya ke rumah, Presdir Cha langsung menghardik Ji Heon yang
masih membiarkan Eun Seol menjadi sekretarisnya walaupun tahu ialah
penyebab kejadian di karaoke bar itu. Ia menyuruh Ji Heon untuk memecat
Eun Seol sesegera mungkin. Ji Heon menolak karena bukannya ayah juga
menyukai Eun Seol?
Ayah mengaku kalau ia menyukai Eun Seol karena kenaifannya sangat
menarik. Tapi peraturan perusahaan tetap peraturan. Semua harus
mematuhinya. Ji Heon tetap menolaknya. Mengapa? Apakah Ji Heon menyukai
Eun Seol sebagai wanita? Tentu saja tidak. Ji Heon juga menolak tuduhan
itu. Apa ia sudah gila? Lalu mengapa?
Ji Heon mengaku melihat kekurangan dalam diri Eun Seol membuat ia
melupakan kekurangan dalam dirinya sendiri. Saat Presdir mengkonfrontir
apa yang ia maksud, Ji Heon membelokkan pembicaraan dengan berbicara
pada Jindol, anjingnya. Ayah akhirnya mau menerima hal ini, tapi sebagai
gantinya Ji Heon harus bertanggung jawab atas kerugian yang menimpa
perusahaan dan dirinya. Yaitu ia harus mau menjadi pewaris perusahaan
dan harus mendapat persetujuan oleh semua pihak.
Ayah ternyata memang benar-benar pengusaha top. Ia dapat membalikkan
kesialan yang ia terima menjadi peluang bagi ambisinya sendiri.
Mulanya Ji Heon menolak, tapi saat ayah menelepon untuk memecat Eun Seol, akhirnya Ji Heon bersedia melakukannya.
Dimulai dari taman bermain. Taman bermain itu tak memiliki kenaikan
pengunjung selama 5 tahun. Ayah menyuruh Ji Heon untuk meningkatkan
kepuasan konsumen dan kunjungan turis mancanegara, dan menjadi salah
satu taman bermain paling top di kawasan Asia.
Ji Heon melakukan kunjungan kerja di taman bermain itu. Tapi ia sudah
tak tahan, ia ingin kabur dari pekerjaannya. Hanya saja Eun Seol
menahannya karena ini sudah yang ketiga kalinya Ji Heon ingin pergi.
Sebentaar.. saja. Okay? Ia berjanji akan tetap mendampinginya. Ji Heon gusar dan menggerutu karena semua ini terjadi gara-gara Eun Seol.
Mereka akhirnya beristirahat sejenak di kursi taman. Eun Seol mengaku
kalau ia selalu ingin ke tempat seperti ini. Sewaktu kecil, ia pernah
datang ke taman bermain. Tapi ia tak mencoba semuanya karena tiket
permainan terlalu mahal.
Ia tiba-tiba melihat Eun Seol kecil dan ayah yang mengunjung taman
bermain pada saat itu. Hari ini ia hanya diperbolehkan bermain di dua
wahana saja dan ayah berjanji saat ayah sudah memiliki banyak uang ia
akan mengajak Eun Seol lagi dan membeli tiket terusan.
Ji Heon berkata kenangan itu tak layak untuk diingat. Tapi Eun Seol
merasa itu salah satu kenangan terindahnya. Tak disangka Ji Heon
menyuruhnya memilih wahana yang ingin dimainkannya. Ia mengacungkan
kedua jarinya. Lalu tiga jarinya, kemudian empat jarinya. Namun ia
kembali ke tiga jari membuat Eun Seol tersenyum girang.
Na Yoon dan ibu Moo Won bertemu di restoran taman bermain untuk
membicarakan masalah perusahaan. Tapi saat Moo Won, semua tahu sama tahu
kalau ibu mengatur pertemuan ini agar Na Yoon dan Moo Won dapat
bertemu. Setelah ibu pergi, Na Yoon dan Moo Won malah sepakat untuk
berjalan-jalan ke taman bermain.
O oh.. dunia memang sangat sempit, ya..
Eun Seol mengajak Ji Heon untuk ikut naik wahana Kora-kora. Tapi Ji Heon
tak mau, memang dia sudah gila? Bukan gila, tapi anak-anak. Karena Eun
Seol langsung berjanji akan duduk di tempat yang terlihat oleh Ji Heon
dan menyuruh penjaga wahana untuk selalu di samping Ji Heon dan
memastikan ia baik-baik saja. Hal ini tentu saja membuat kesal Ji Heon
yang dianggap anak kecil oleh Eun Seol.
Tapi kekesalan Ji Heon tak berlangsung lama saat melihat Eun Seol yang
berteriak kegirangan saat perahu berayun semakin lama semakin kencang
dan tinggi. Ia heran bagaimana mungkin orang mau membayar untuk
mengalami siksaan seperti itu.
Na Yoon mengatakan rencana orang tua mereka untuk menikahkan mereka
berdua. Moo Won tak berkomentar banyak, ia hanya mengatakan kalau ia
ingin mempunyai kesempatan untuk memilih.
Dan tak sengaja mata Moo Won tertumbuk pada Ji Heon yang menatap ke satu
arah dengan senyum tersungging di bibirnya. Pada siapa tatapan itu
diberikan? Na Yoon pun mengikuti arah pandangan Ji Heon dan kaget
melihatnya, "Wanita itu... Tak mungkin! Wanita itu?"